Pernahkah kita berpikir bahwa
kebetulan – kebetulan yang terjadi di sekitar kita ini bukan hanya kebetulan
semata? Kebetulan seringkali terjadi terlalu banyak, hingga sulit diterima oleh
penalaran kita. Tidakkah itu menjadi isyarat untuk sesuatu yang lain yang patut
kita gali dan cermati? Barangkali rangkaian takdir bernama kebetulan –
kebetulan yang kita terima selama ini sesungguhnya mewujud cerita yang
terkadang berkaitan dengan kenangan purba. Kenangan – kenangan yang hanya
menitis pada jiwa. Ya, jiwa – jiwa yang telah terberkati oleh sajak kelana.
Kali ini saya sedang merenungi
rahasia apa sesungguhnya yang menghendaki pertemuan saya dengan belahan jiwa
saya, seorang putra Mataram yang dalam tubuhnya masih mengalir sekian puluh
persen darah biru. Bukan hanya pertemuan, melainkan diikuti dengan rangkaian
peristiwa yang mendekatkan saya pada hal – hal yang secara samar pernah
terlintas dalam kehidupan masa kecil saya, yaitu saat saya masih jernih dan
mampu melihat yang tak sungguh terlihat oleh mata telanjang.
Saya menilik kebetulan –
kebetulan tersebut secara matematis, yaitu melalui peluang. Beberapa bagiannya
seperti saya jabarkan sebagai berikut:
2009
- Peluang dia mampir ke rumah saudaranya yang notabene teman SMP saya sebelum pergi ke Bali adalah 1:2 (pilihannya dia mampir atau tidak)
- Peluang dia lupa membawa laptop untuk memindah data adalah 1:2 (pilihannya bawa atau tidak)
- Peluang saudaranya sedang tidak ada laptop adalah 1:2 (pilihannya ada atau tidak)
- Peluang saudaranya memilih meminjamkan laptop saya adalah 1:100 (teman SMP jumlahnya ratusan, di sini saya asumsikan 100, dan dengan fakta bahwa selepas SMP saya dan saudaranya tidak saling berhubungan juga merupakan kebetulan yang sangat mencolok)
- Peluang saudaranya masih menyimpan nomor handphone saya adalah 1:2 (pilihannya simpan atau tidak)
- Peluang pagi itu saya belum berangkat sekolah adalah 1:2 (padahal biasanya saya berangkat pukul 6, atau bahkan setengah 6 pagi. Tapi hari itu entah kenapa saya ingin berangkat siang, mengingat tahun ajaran telah selesai, hanya menunggu wisuda sembari mengurus pendaftaran perguruan tinggi)
- Peluang hari itu dia yang paling mencuri hati saya adalah 1:5 (karena dia datang bersama 4 orang teman lainnya)
Dan setelah lama tak berjumpa
(bahkan saya sudah lupa wajahnya), maka pada 2010
- Peluang saya pergi ke Jogja adalah 1:4 (karena liburan semester itu saya sebenarnya berniat ke Bali mengunjungi sahabat saya, om saya di Jakarta mengundang saya sekalian ke nikahan sepupu saya, atau saya bisa di rumah saja. Tapi saya begitu saja memutuskan ke Jogja)
- Peluang saya menghubungi dia adalah 1:10 (mengingat saya punya beberapa teman yang kuliah di Jogja, tapi saya memilih menghubungi dia saja)
Sampai di titik itu, apa yang
telah terjadi?
½ X ½ X ½ X 1/100 X ½ X ½ X 1/5 X
¼ X 1/10 yaitu 1/64000, yang artinya kami memenangkan 1 dari sedikitnya 64.000 kemungkinan yang ada hingga kami bisa menjadi dekat. Walaupun saat itu saya tinggal di
Surabaya dan dia di Jogja, setelah memutuskan untuk menjalin hubungan kami
bertemu setidaknya sebulan sekali, secara bergantian saling mengunjungi. Dengan
begitu banyak aral merintang, dengan begitu banyak kejadian, hampir 5 tahun
kami bertahan, bahkan semakin dekat dan kerap berbagi rahasia.
Dan secara tak sadar rahasia –
rahasia itu justru membawa saya merenungi kembali lintasan – lintasan pikiran
kanak – kanak saya yang sederhana, tentang ketertarikan saya pada Mataram, dan
keyakinan saya akan kehidupan saya terdahulu. Lambat laun saya menyadari,
rahasia – rahasia itu membawa saya pada rahasia yang jauh lebih besar tentang
asal usul saya sendiri.
Selepas petang di
Tamansari,.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete