Wednesday, September 10, 2014

Mimpi



Seringnya mimpi memang hanya kembang tidur, atau wujud pengharapan (atau ketakutan) yang berlebihan. Tapi tak semua mimpi begitu saja mudah untuk dilupakan. Barangkali karena menyimpan makna tertentu, ada jenis – jenis mimpi yang lekat dan memenuhi pikiran.

Aku baru saja mengalaminya.

Aku berjalan di bawah terik matahari yang panas membakar, berjalan jauh di jalan – jalan berkerikil yang berdebu. Rasanya demikian gerah dan melelahkan. Tapi aku bertahan, aku terus berjalan. Di sebuah pertigaan aku berbelok ke kiri. Samar kulihat siluet candi prambanan. Tapi aku tak hendak ke sana. Aku terus berjalan. Jalanan semakin berkerikil, berdebu, dan menanjak. Anak – anak bermain dan bersenda gurau. Aku melewati mereka sambil mengumbar senyum. Ah, barangkali jalanku sudah semakin dekat. Jalanan semakin menanjak. Bukan jalan lagi, karena rasa – rasanya sejauh mata memandang sama saja, tebing – tebing, sungai opak di kejauhan. Aku berhenti di hamparan batu – batu yang tersusun dalam formasi. Mandala wajradhatu. Berdiri dengan dingin sepasang dwarapala persis di hadapanku. Aku berlari menuju pusatnya. Di tengah – tengah adalah candi utama. Aku terduduk, bersimpuh, dan menangis. Dalam hati aku tahu, ini Manjusrighra, atau yang biasa dikenal sebagai Candi Sewu.

Aku terbangun, duduk, terdiam.

Rahasiakah yang terbentang lewat mimpi itu? Seumur hidup aku tak pernah melihat Candi Sewu. Bahkan dengan lugunya dulu aku mengira Candi Sewu adalah nama lain dari Candi Prambanan yang berjumlah ratusan itu. Sama lugunya dengan mengira bahwa arca Durga Mahisasuramardini di dalam candi utama Prambanan adalah Roro Jongrang. Ah, barangkali aku telah dipanggil untuk mencari.

Yang aku tahu, aku harus ke Candi Sewu…

No comments:

Post a Comment